Oleh : Lani Lasna Ulhaq
Hari ini, saat publik digemparkan dengan Permendikbud No 30 tahun 2021, sebagian besar telah lupa dengan Disertasi Abdul Azis, serta aksi turun ke jalan para ormas feminis dalam rangka dukung RUUPKS.
Dalam writing teks hukum formalnya tidak vulgar menyatakan bahwa zina legal di negeri ini. seksual di balik perlindungan terhadap kekerasan.
Dalam rangka melakukan aktivitas seksual mana yang melanggar hukum dan mana tidak inilah, pelegalan zina tersusun rapi.
Caranya? Dijelaskan dalam teks hukum tersebut bahwa jika aktivitas seksual itu dilakukan suka sama suka, maka hal itu bukan kekerasan seksual. Artinya, tidak melanggar hukum alias legal.
Bila kita lacak, manuver pelegalan zina ini melewati tiga tahap.Tahap pertama adalah pembenaran filosofis melalui disertasi Abdul Azis yang menafsir ulang makna Milkul Yamin dalam Surat Al Mu'minun Ayat 6, sebagai relasi libido di luar pernikahan.
Tahap ke dua adalah gerakan massa. Ormas-ormas feminis turun ke jalan mendukung RUUPKS yang isinya kurang lebih senada dengan disertasi Abdul Azis.
Tahap ke tiga adalah upaya pelegalan ide cabul tersebut dalam tataran formal melalui Permendikbud tanggal 30 2021.
Tahap ketiga itu sejatinya berdiri di atas landasan nilai yang sama, yaitu Liberal alias kebebasan.
Disertasi Abdul Azis kurang lebih menggunakan landasan tafsir Hermeneutika Gadamerian, yang lahir dari rahim filsafat Barat.
Pun demikian gerakan ormas feminis yang juga lahir dari gerakan pemikiran yang sama.
Terakhir, hukum pelegalan zina buatan manusia itu hanya mungkin menjadi kenyataan berkat sistem Demokrasi.
Adapun Demokrasi juga hasil dari nilai-nilai kebebasan yang memberi ruang kepada manusia untuk membuat hukum bagi dirinya sendiri.
Anda muslim yang tak rela keharaman dilegalkan? Jika iya, maka jalan satu-satunya adalah menolak semua manuver merka. Mulai dari gerakan filosofisnya, gerakan masanya, termasuk menolak sistem pemerintahannya.