Oleh: Iman N
Dicatat Sepulang dari Markas Jihad
"Rindu petikan gitar dan puisi Tuan", tutur Tuan muda dalam pesan singkat.
"Main dong sini. Mumpung lagi kalem. Ana baru beres dari kebun", jawabnya.
Pagi hari, dengan hangat sang Mentari,
Aku gas di kuda merah menuju sanggar pembebasan.
Merah menyala, warna khas sanggar di depan mata,
Terlihat semangat juang dan cita yang tinggi,
Kesadaran akan arti diri, dari tuk mengabdi pada Ilahi.
Berbisik hati kecilku,
Hei, aku sudah bisa apa?
Rasanya malu setengah mati,
Malu? Jangan lama-lama, akhiri saja. Bisik hati kecil Tuan muda, sambil tertawa tersimpu malu, (he he)
****
Seperti biasa, rokok dan si hitam manis yang tertuang pada gelas selalu jadi teman Tuan Andanu,
Kita bersua dan bercengkrama dengan diskusi ringan pengantar pagi hari.
Selalu ia ingatkan, akan makna hidup dengan pengabdian pada Sang Maha,
Dengan bentuk yang kita mampu dan bisa,
Seharian ku ikuti dia tanpa bertanya apa,
Berharap faham akan semangat pergerakan,
Sudah kuduga,,
Banyak tempat yang kita singgahi,
Dengan watak dan karakter yang berbeda,
****
Wih, hari sudah sore bung,
Rintik hujan pun temani petualangan kami,
Makin deras,
Tuhan menurunkan air pada hamba-hambanya-Nya,
Menjadi sumber kehidupan di muka bumi,
Dan,, redanya pun agak lama,
Kami tertahan di rumah rekan juang Pemuda Revormis,
Oh, tampaknya air sudah mulai berkurang,
Kami lekas bergegas menuju markas jihad,
Sambil rehat ku tanya, "Tuan, apakah pernah dalam benak Tuan berkata; 'Apa yang saya lakukan ini?"
Dia menjawab, "Saya selaku berkata dalam hati; Apakah hanya bisa seperti ini?"
Dicatat Sepulang dari Markas Jihad
"Rindu petikan gitar dan puisi Tuan", tutur Tuan muda dalam pesan singkat.
"Main dong sini. Mumpung lagi kalem. Ana baru beres dari kebun", jawabnya.
Pagi hari, dengan hangat sang Mentari,
Aku gas di kuda merah menuju sanggar pembebasan.
Merah menyala, warna khas sanggar di depan mata,
Terlihat semangat juang dan cita yang tinggi,
Kesadaran akan arti diri, dari tuk mengabdi pada Ilahi.
Berbisik hati kecilku,
Hei, aku sudah bisa apa?
Rasanya malu setengah mati,
Malu? Jangan lama-lama, akhiri saja. Bisik hati kecil Tuan muda, sambil tertawa tersimpu malu, (he he)
****
Seperti biasa, rokok dan si hitam manis yang tertuang pada gelas selalu jadi teman Tuan Andanu,
Kita bersua dan bercengkrama dengan diskusi ringan pengantar pagi hari.
Selalu ia ingatkan, akan makna hidup dengan pengabdian pada Sang Maha,
Dengan bentuk yang kita mampu dan bisa,
Seharian ku ikuti dia tanpa bertanya apa,
Berharap faham akan semangat pergerakan,
Sudah kuduga,,
Banyak tempat yang kita singgahi,
Dengan watak dan karakter yang berbeda,
****
Wih, hari sudah sore bung,
Rintik hujan pun temani petualangan kami,
Makin deras,
Tuhan menurunkan air pada hamba-hambanya-Nya,
Menjadi sumber kehidupan di muka bumi,
Dan,, redanya pun agak lama,
Kami tertahan di rumah rekan juang Pemuda Revormis,
Oh, tampaknya air sudah mulai berkurang,
Kami lekas bergegas menuju markas jihad,
Sambil rehat ku tanya, "Tuan, apakah pernah dalam benak Tuan berkata; 'Apa yang saya lakukan ini?"
Dia menjawab, "Saya selaku berkata dalam hati; Apakah hanya bisa seperti ini?"
Tags
Sastra