Desain oleh UKM Aksara |
Al-Quran mengandung ragam kisah. Bahkan, sebagian besar isi Al-Qur'an terisi olehnya. Seperti yang diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa 6.000 ayat Al-Qur'an berisi kisah; sedang 600 ayat memuat gambaran tanda-tanda kekuasaan Allah; 60 ayat memaparkan muamalah; dan 6 ayat menyinggung hukum-hukum hudud. Namun demikian, dari riwayat itu tidak berarti juga disimpulkan bahwa ayat Al-Qur'an terdiri dari 6.660 ayat. Sebab, "Bisa saja satu ayat berisi lebih dari satu kandungan," begitu tutur Ustadz Salim A. Fillah dalam Lapis-lapis Keberkahan, "sehingga menurut perhitungan ulama jumlahnya sekitar 6.236 ayat."
Diantara kisah-kisah itu ada kisah para anbiya, syuhada, shalihin, mujahidin, yang menjadi teladan; ada kisah fir'aun, Qarun, Haman, kafirin, musyrikin, munafiqin, mukadzibin, yang berisi perhatian; juga ada kisah perang, kasih sayang, sejarah dan macam kejadian; yang mengandung muatan ajaran. Dan diantara kisah-kisah itu, tersebutlah suatu kisah yang paling baik. Begitulah Allah mem-firmankannya.
"Kami akan menceritakan kepadamu (Muhammad) suatu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui." (Q.S. Yusuf: 3)
Nabi Yusuf 'alaihissalam, diketahui sebagai seorang Nabi yang Allah anugerahkan paras yang rupawan. Sayang, yang banyak terlintas di pikiran banyak orang hanya tentang itu. Padahal keimanannya pun lebih mengagumkan; elok dan utuh; kuat nan menjulang. Dan yang harus digaris bawahi, ialah jalan hidupnya yang penuh intrik. Penuh liku, luka, belit dan pelik. Maka mungkin inilah sebab kisah perjalanannya disebut kisah terbaik. Hebatnya, diceritakan pula menggunakan cara dan gaya bahasa terbaik.
Nabi Yusuf dan saudara sekandungnya, Benyamin, amat dicintai Nabi Ya'qub, sang ayah. Bagi Yusuf, karena selain telah ditinggal tiada ibunya, ia adalah yang paling baik perangainya dan memiliki keistimewaan berupa tanda kenabian. Namun hal itu menyulut api iri dengki dari saudara-saudara seayahnya. Hingga mereka bersekongkol untuk melenyapkan Yusuf.
Yusuf dibuang di sumur. Namun ditemukan oleh salah seorang musafir, lalu dijual di Mesir. Majikan perempuannya tergoda akan ketampanan Yusuf, lalu dibujuk rayunya. Yusuf menolak dan menghindar, namun ia yang terkena fitnah. Dijebloskanlah Yusuf ke penjara. Dilupakan teman sejerujinya hingga tinggal di dalamnya beberapa tahun lamanya. Namun kemampuannya menta'wilkan mimpi terdengar oleh pelayan raja, maka Yusuf menta'wil mimpi Raja dengan sebenar-benar ta'wil. Hingga dikeluarkan lah ia dari penjara. Berbagai peristiwa bersilapan silih berganti. Akhirnya, Yusuf diangkat menjadi Raja sekaligus Nabi.
Sungguh berkelok-kelok jalan hidupnya. Bertubi-tubi ujiannya. Ialah sebaik-baik kisah, berlimpah hikmah. Ialah sebaik-baik kisah, yang menyajikan beriris-iris pesan kehidupan. Darinya, seorang muslim sejati akanlah melahap sebanyak-banyak pelajaran.
Allah selalu memberi yang terbaik bagi seluruh hamba-Nya. Harta, rupa, keluarga dan yang lainnya. Namun terkadang kebanyakan hamba-Nya mencela semua kebaikan yang diberikan-Nya itu karena membandingkannya dengan kebaikan versi akalnya sendiri. Padahal, bukankah sesuatu yang paling baik adalah yang paling baik menurut-Nya?
Maka Dia-lah Allah, yang menulis skenario hidup hamba-hamba-Nya dengan sebaik-baiknya pula. Setiap kita, memiliki jalur dan garis hidup yang Dia takdirkan itu. Garis hidup yang mudah, alur hidup yang indah. Maka setiap kita, memiliki kesempatan untuk meraih kisah hidup yang baik. Sebaik Allah menyusunnya untuk kita. Maka tugas kita hanya satu untuk itu: ikutlah selalu apa yang dialurkan-Nya.
Karena dari kisah Nabi Yusuf 'alaihissalam itu kita belajar, bahwa takdir Allah yang baik itu dicapai dengan kepasrahan diri akan ujian-Nya. Nabi Yusuf, Allah siapkan untuknya takdir agung dan menakjubkan. Beliau menjadi Raja seantero Kota Mesir yang terpandang. Namun dalam mencapai itu, Nabi Yusuf hanya ikut; turut; taat; terhadap apa yang Allah timpakan pada dirinya. Sederhana. Semua telah diatur-Nya.
Maka mari kita belajar darinya untuk menjadi sosok murah hati dan pemaaf. Mencintai saudara dengan segenap kasih sayang; tidak membalas dendam kecuali hanya dengan kebaikan; serta melipur bibit kedengkian yang muncul dengan harapan; seperti halnya yang dilakukan Yusuf pada saudaranya. Karena, keharmonisan hanya akan hadir dari akar-akar kebaikan serta keluasan hati yang terus dipupuk oleh keimanan.
Maka mari kita belajar darinya untuk menjadi sosok yang sabar dan qanaah terhdap semua yang Allah gariskan, batasi dan tetapkan. Sabar terhadap ujian yang pedih, ataupun ujian yang memikat nafsu. Seperti halnya Yusuf bersabar akan perlakuan saudaranya ataupun godaan majikannya. Serta terhadap fitnah yang memasukannya ke penjara ataupun nikmat harta dan kuasa yang menerkamnya.
Maka mari kita belajar darinya untuk menjadi sosok pemimpin yang peduli, cerdas, bijak dan murah hati, sebagaimana Al-Aziz mencontohkannya. Pemimpin yang dibutuhkan dan dirindukan umat. Yang kuasanya menebarkan keberkahan, bukan kerumpangan. Maka mari kita belajar darinya, untuk menjadi sosok anak yang memuliakan orang tua dengan sebaik-baiknya; sebagaimana halnya Yusuf memuliakan ayahnya. Sebab dari sana, Allah menentukan ridla-Nya pada setiap langkah kita.
Maka mari kita belajar darinya untuk menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur atas segala hal yang Allah limpahkan. Sebagaimana halnya Yusuf mensyukuri ilmu yang ia pegang, nikmat kebebasan, perlindungan, kenabian serta kerajaan yang Allah anugerahkan, Maka mari kita belajar untuk senantiasa berdo'a, berharap, berlindung dan memohon ampunan kepada-Nya di setiap gerakan.
Mari belajar dari kisah terbaik, untuk menjadi hamba yang baik; dengan jalan hidup terbaik. Hamba yang mengikuti arahan Allah dengan segenap iman, berpangkal tawakal; bermekar sabar; bercucur syukur; berderap ridha; berhias kasih. Sebab hidup yang indah, ialah hidup di bawah arahan-Nya; mesra dalam naungan-Nya.
***
Oleh: Fitri Nurlaeli Sakinah